By Siti Nurrochmah Dani
10313244004
Pendidikan Matematika International
Abstrak
Dalam pembelajaran matematika, gejala kejiwaan siswa ketika belajar merupakan hal yang sangat berpengaruh baik di dalam proses belajar itu sendiri maupun hasil yang diperoleh dari pembelajaran matematika. Gejala kejiwaan siswa belajar matematika dapat dilihat dari seluruh aktivitas pembelajaran matematika. Di dalam siswa belajar matematika pasti terdapat hal- hal baik dari dalam diri siswa atau pun dari luar diri yang akan mempengaruhi proses pembelajaran matematika. Hal-hal dari dalam dapat berupa pengindraan, persepsi, motivasi, emosi, berfikir dan intelegensi. Sedangkan hal-hal dari luar dapat berupa interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan sekitar. Sesuai dengan hakekat siswa belajar matematika maka ketika siswa belajar matematika, siswa seharusnya dapat belajar secara individu, berkolaborasi dengan teman yang lain, memahami matematika secara kontekstual, serta memiliki persiapan dan motivasi yang baik ketika belajar matematika.
Pendahuluan
Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dakir(Sugihartono.2007:2) menyatakan bahwa psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubunganya dengan lingkungan. Sedangkan Muhibbin Syah(Sugihartono.2007:2) menyatakan psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup dalam hubunganya dengan lingkungan. Secara garis besar psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan manusia. Dalam pembelajaran matematika, psikologi yang dimaksud melingkupi gejala kejiwaan siswa belajar matematika dan guru di dalam pembelajaran.
Gejala kejiwaan siswa belajar meliputi seluruh gejala jiwa ketika siswa belajar matematika, yaitu dari aspek kognitif(pengenalan), afektif(perasaan), konasi(kehendak) dan psikomotorik(campurana). Di dalam belajar matematika, pasti terdapat perbedaan gejala jiwa antara orang yang satu dengan lainnya. Ada beberapa bentuk gejala jiwa manusia yang mendasar yang banyak muncul dalam bidang pendidikan diantaranya pengindraan dan persepsi, memori, berpikir, intelegensi, emosi serta motivasi.
Sedangkan matematika merupakan ilmu yang obyeknya berada di dalam dan di luar pikiran manusia, sehingga dalam siswa belajar matematika perlu disesuaikan dengan hal tersebut. Gejala-gejala selama siswa mempelajari matematika akan mempengaruhibaik proses maupun hasil dari belajar matematika itu sendiri. Pengindraan, persepsi, memori, berfikir dan intelegensi akan berperan dalam siswa memecahkan matematika secara langsung. Sedangkan motivasi dan emosi akan cenderung mempengaruhi kejiwaan siswa dalam belajar matematika.
Belajar matematika menurut pandangan Jean peaget.
Belajar matematika membutuhkan pengamatan sebagai dasar pemikiran mempelajari matematika, sehingga belajar matematika haruslah mengalami sendiri dan terlibat langsung secara realistik dengan obyek yang dipelajarinya. Sehingga belajar harus bersifat aktif dan sosial. Menurut Jean Peaget perkembangan kognitif siswa mempengaruhi proses pembelajaran. Berdasarkan perkembangan kognitif siswa dibagi menjadi empat tahap (Sugihartono.2007:109) yaitu (1) sensorimotorik (0-2 tahun), (2) praoprasional (2-7 tahun), (3) oprasional konkrit (7-11 tahun), (4) oprasional formal (11-14 tahun).
Berdasarkan tahap-tahap perkembangan kognitif siswa, maka siswa sekolah dasar seharusnya mempelajari matematika secara konkret berdasarkan objek konkret yang ada di sekitarnya, sehingga matematika menjadi mudah dipahami dan diresapi oleh siswa. Pelajaran matematika akan lebih bermakna karena obyeknya dengan siswa dan konkret untuk dipikirkan. Lain halnya dengan siswa menengah, belajar matematika memasuki level yang lebih tinggi dalam perkembangan kognitif siswa, di mana objek- objek abstrak sudah dapat di mengerti oleh siswa. Tetapi pendekatan secara realistik tetap perlu diterapkan di dalam pembelajaran matematika.
Pada dasarnya matematika sebagai mata pelajaran akan lebih mudah dipahami siswa ketika matematika dekat dengan kehidupan siswa. Tetapi seperti yang kita ketahui, matematika di sekolah justru cenderung berorientasi pada simbol-simbol angka yang susah dipahami oleh siswa. Jika ditinjau lebih jauh maka simbol-simbol formal dari matematika adalah seperti puncak dari ice berg dimana masih banyak bagian yang belum terlihat di bawah puncak tersebut. Maka di kenallah fenomena gunung es atau ice berg di dalam pembelajaran matematika.
Fenomena Ice Berg ketika Siswa Mempelajari Matematika
Fenomena ice berg di dalam pembelajaran matematika terdiri dari (1) konkret, (2) skema, (3) model, dan (4) formal. Ada tiga dari empat bagian fenomena ice berg di dalam matematika yang jarang sekali di sentuh dan di gali lebih dalam. Padahal hal tersebut sangat dekat dan sangat riil di dalam kehidupan.
Pada dasarnya matematika dapat digali dengan membuka wawasan siswa terhadap lingkungan sekitar yaitu seperti dalam fenomena ice berg yang pertama “konkret”. Dengan melihat segala sesuatu yang konkret siswa akan lebih mudah untuk memahami. Setelah menemukan masalah konkret maka dibentuklah skema permasalahan dengan berimajinasi menghubungkan informasi-informasi yang ada dengan matematika. Selanjutnya adalah membentuk model sesuai informasi yang diterima. Model ini sebagai representasi masalah yang akan di pecahkan. Dan terakhir adalah notasi formal matematika , dimana siswa seharusnya dapat mengubah informasi yang diterima melalui hal-hal konkret ke dalam notasi formal matematika. Maka siswa akan memahami matematika dengan mudah.
Peran guru di dalam pembelajaran ini juga dibutuhkan dalam membangun dan memotivasi siswa untuk memecahkan masalah konkret ke dalam simbol matematika formal. Guru juga dapat membantu siswa dalam menghubungkan dari setiap tahap ke tahap yang lain seperti dari masalah konkret ke skema atau skema ke model dan seterusnya dengan memberikan pancingan pertanyaan. Dan sebagai tantangan besar bagi guru adalah menagarahkan siswa dalam melihat permasalahan konkrit yang ada di dalam kehidupan.
Belajar matematika dengan konsep ice berg ini akan membuka pemikiran siswa untuk memahami matematika secara utuh tidak hanya simbol tetapi juga permasalahan nyata di dalam kehidupan. Hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan dan memahami secara konseptual. Selain itu siswa dapat belajar bahwa matematika itu dekat dengan kehidupan dan pada hakekatnya objek matematika itu berada di dalam pikiran manusia dan yang ada di luar pikiran manusia.
Hakekat siswa mempelajari matematika dan gejala kejiwaannya
Ebbutt dan Straker menyatakan empat hakekat siswa belajar matematika akan mempengaruhi gejala siswa belajar matematika. Hakekat siswa belajar matematika yaitu:
1. Siswa mampu belajar matematika dengan persiapan dan motivasi yang baik.
Dengan adanya motivasi yang baik, siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan dengan persiapan yang matang maka proses belajar pun akan terlaksana sesuai dengan tujuan dari belajar matematika itu sendiri.
2. Siswa mampu belajar matematika secara individual.
Belajar matematika merupakan belajar terhadap apa yang ada di dalam pikiran dan belajar apa yang ada di luar pikiran manusia, sehingga siswa seharusnya mampu belajar matematika secara individu berdasarkan kemampuannya melalui investigasi. Dengan belajar secara individu, siswa dapat memaknai dan memahami apa yang dipelajarinya.
3. Siswa mampu belajar matematika dengan berkolaborasi dengan yang lain.
Selain secara individu, dalam mempelajari matematika, siswa seharusnya dapat belajar dengan berdiskusi dalam memecahkan masalah. Diskusi juga akan memupuk kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat serta melatih kreativitas dalam pemecahan masalah bersama.
4. Siswa mampu belajar matematika secara kontekstual.
Matematika secara kontekstual di sini merupakan hal yang penting tapi terkadang terlewatkan di dalam belajar matematika. siswa belajar mulai dari hal-hal konkret, kemudian mulai sedikit demi sedikit memaknai ke dalam bentuk formal yaitu dalam bentuk simbol matematika. Belajar secara kontekstual akan membangun siswa yang lebih memahami matematika, apalagi susana pembelajaran yang mendukung akan menambah semangat di dalam belajar matematika.
Penutup
Gejala kejiwaan siswa dalam belajar matematika akan mempengaruhi proses dan hasil dari pembelajaran matematika, sehingga dalam mempelajari matematika, siswa perlu adanya motivasi, belajar secara mandiri maupun bekerjasama dengan yang lain, serta mampu belajar matematika secara kontekstual. Pada tahap awal dalam mempelajari matematika, siswa memulai dengan mempelajari matematika secara konkret, selanjutnya secara bertahap siswa mempelajari matematika secara formal yaitu melalui simbol-simbol matematika.
Daftar pustaka
Marsigit,dkk. LESSON STUDY: Promoting Student Thinking on the Concept of Least Common Multiple (LCM) Through Realistic Approach in the 4th Grade of Primary Mathematics Teaching. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Marsigit,%20Dr.,%20M.A./Paper%20APEC%20Tsukuba%20Sapporo%20Marsigit%20at%20al%20Indonesia.pdf
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities.
Marsigit. 2008. Kegiatan Penelitian sebagai Usaha untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru Matematika.
Sugihartono. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. UNYPress