Selasa, 06 Desember 2011

Hakekat Matematika dan Pembelajaran Matematika


Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang objeknya berada di dalam pikiran dan di luar pikiran manusia. Sebagian besar orang berfikir bahwa matematika adalah ilmu yang abstrak dan sulit dimengerti, tetapi pada dasarnya matematika memiliki hakekat ilmu pengetahuan yang hampir sama dengan ilmu pengetahuan yang lain. Matematika sebagai ilmu tidak akan pernah lepas dari hakekat ilmu yang disampaikan oleh Kant.
Imanuel Kant seorang filsuf dari Rusia mengungkapkan teori mengenai “The Nature of Knowledge”. Menurut Kant pengetahuan diperoleh dari pengalaman dan pemikiran logika manusia. Melalui pengalaman manusia melihat dan merasakan langsung dengan empiri, intuisi, sensasi. Sedangkan dengan pemikiran logika, pengetahuan dapat diperoleh melalui persepsi, ide, pure, konsep, ilmu pengetahuan, pemutusan /judgement.
Ilmu yang diperoleh melalui pengalaman dimulai dengan pengindraan sehingga terjadi representasi dan penerjemahan sehingga manusia dapat menceritakan kembali pengalaman yang telah dialaminya. Objek pengalaman itu sendiri  adalah segala sesuatu yang mungkin di dalam pengalaman yang disebut fenomena. Fenomena adalah semua yang dapat dilihat, dirasakan, dan diraba. Sedangkan objek pemikiran logika adalah sesuatu yang sudah pasti yang disebut noumena yaitu objek-objek yang tidak dapat dilihat, diraba seperi roh dll. Sehingga kaum-kaum materialis tidak percaya terhadap noumena karena mereka tidak percaya akan Tuhan atau biasa disebut komunis.
Pada ilmu pengetahuan, pengalaman dan pemikiran logika tidak dapat dipisahkan karena otak sebagai pengendali dan penerjemah sensori, hal itu berarti pengalaman akan direpresentasikan dengan pemikiran logika sehingga terbentuk pengetahuan baru. Sehingga hal dasar dalam memperoleh ilmu adalah kesadaran. Keasadaran tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk kuantitatif. Semakin tinggi kesadaran manusia dalam memperoleh ilmu maka semakin siap dan optimal ilmu yang diperoleh.
Selain kesadaran beberapa objek dalam kehidupan juga mempunyai nilai kuantitatif yang tentunya bisa diukur yaitu derajat atau dimensi. Yang mana dimensi itu meliputi dimensi ruang, waktu, tempat, kuasa, kompetensi, dan juga ada dimensi formal, normatif serta spiritual. Bagaimanakah dimensi di dalam matamatika? Maka semua yang ada dan yang mungkin ada di dalam matematika adalah dimensi dari matematika itu sendiri.
Pada dasarnya matematika sebagai mata pelajaran akan lebih mudah dipahami siswa ketika matematika dekat dengan kehidupan siswa. Tetapi seperti yang kita ketahui, matematika di sekolah justru cenderung berorientasi pada simbol-simbol angka yang susah dipahami oleh siswa. Jika ditinjau lebih jauh maka simbol-simbol formal dari matematika adalah seperti puncak dari ice berg dimana masih banyak bagian yang belum terlihat di bawah puncak tersebut. Maka di kenallah fenomena gunung es atau ice berg di dalam pembelajaran matematika. Fenomena ini menggambarkan juga bagaimana manusia melihat sesuatu yang konkret ke dalam skema imajinasi sehingga dapat direpresentasikan ke dalam objek formal, hal ini juga tak lepas dari pemaparan hakekat ilmu pengetahuan menurut Kant.
Fenomena ice berg di dalam matematics learning terdiri dari (1) konkret, (2) skema, (3) model, dan (4) formal. Ada tiga dari empat bagian fenomena ice berg di dalam matematika yang jarang sekali di sentuh dan digali lebih dalam. Padahal hal tersebut sangat dekat dan sangat riil di dalam kehidupan.
Untuk mengembangkan matematika dengan konsep pendekatan yang riil itu tidak mudah, apalagi melihat matematika secara konkret kemudian menghubungkannya dengan simbol-simbol formal di dalam matematika. Hal itu terjadi karena adanya jarak di antaranya. Maka sebagai guru matematika yang lebih berorientasi pada dunia matematika seharusnya akan mengarahkan siswa untuk memahami matematika secara utuh yaitu secara formal dan informal. Yang di maksud matematika informal di sini meliputi matematika di dalam kehidupan sehari-hari dan segala sesuatu yang riil yang tidak diperlihatkan langsung dalam simbol matematika.
Pada dasarnya matematika informal dapat digali dengan membuka wawasan siswa terhadap lingkungan sekitar yaitu seperti dalam fenomena ice berg yang pertama “konkret”. Dengan melihat segala sesuatu yang konkret siswa akan lebih mudah untuk memahami. Setelah menemukan masalah konkret maka dibentuklah skema permasalahan dengan berimajinasi menghubungkan informasi-informasi yang ada dengan matematika. Selanjutnya adalah membentuk model sesuai informasi yang diterima. Model ini sebagai representasi masalah yang akan dipecahkan. Dan terakhir adalah notasi formal matematika, dimana siswa seharusnya dapat mengubah informasi yang diterima melalui hal-hal konkret ke dalam notasi formal matematika. Maka siswa akan memahami matematika dengan mudah.
Peran guru di dalam pembelajaran ini juga dibutuhkan dalam membangun dan memotivasi siswa untuk memecahkan masalah konkret ke dalam simbol matematika formal. Guru juga dapat membantu siswa dalam menghubungkan dari setiap tahap ke tahap yang lain seperti dari masalah konkret ke skema atau skema ke model dan seterusnya dengan memberikan pancingan pertanyaan. Dan sebagai tantangan besar bagi guru adalah menagarahkan siswa dalam melihat permasalahan konkret yang ada di dalam kehidupan.
Belajar matematika dengan konsep ice berg ini akan membuka pemikiran siswa untuk memahami matematika secara utuh, tidak hanya simbol tetapi juga permasalahan nyata di dalam kehidupan. Hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan dan memahami secara konseptual. Selain itu siswa dapat belajar bahwa matematika itu dekat dengan kehidupan dan pada hakekatnya objek matematika itu berada di dalam pikiran manusia dan yang ada di luar pikiran manusia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “ Bagaimana cara memperoleh permasalahan konkret di dalam kehidupan padahal  objek matematika itu memiliki karakteristik yang berbeda dengan objek-objek riil di dalam kehidupan manusia?”  Dalam mengambil permasalahan di dalam kehidupan maka diperlukan ilmu menerjemahkan yaitu hermeunitik.
Dalam ilmu penerjemahan hidup, hakekat kehidupan adalah melingkar dan lurus. Yang dimaksud melingkar disini seperti “ kita masih dapat bertemu hari Rabu minggu depan atau bisa bertemu jam 7.00 esok hari. Tetapi yang dimaksud lurus adalah bahwa kita tidak akan bisa mengulangi sesuatu pada tanggal, jam, detik yang sama karena waktu terus berjalan lurus. Maka lingkaran dan garis lurus tersebut akan membentuk spiral kehidupan karena garis lurus dan melingkar itu saliang bersambungan.
Selain melingkar dan lurus kehidupan manusia pada hakekatnya juga adalah realis dan idealis. Pada matematika sendiri objeknya adalah segala sesuatu yang ideal dan sempurna, maka untuk memperolehnya di dalam kehidupan nyata diperlukan idealisasi yaitu menjadikan objek riil dalam kehidupan sebagai sesuatu yang ideal atau sempurna, yang kedua yaitu abstraksi yaitu mengambil sifat-sifat pada objek di dalam kehidupan nyata yang sesuai dengan objek matematika, sedangkan sifat-sifat/ karakteristik yang tidak sesuai dan tidak diperlukan ditinggalkan. Karakteristik atau sifat-sifat yang tidak diperlukan dan diabaikan tersebut akan di tempatkan pada rumah epoche di dalam otak. Misalnya ketika melihat banyak bunga di kebun bunga sebagai fenomena. Maka karakteristik bunga sebagai objek matematika adalah banyaknya bunga, bukan warna dan harumnya.  Warna serta aroma harum tersebut akan diabaikan dan di tempatkan pada rumah epoche, sedangkan banyaknya bunga akan menjadi konsep di dalam otak melalui abstraksi atau idealisasi.
 Dalam phenomenology, idealisasi dan abstraksi tidak akan penah lepas dari cara mendapatkan objek  matematika pada kehidupan konkret karena pada dasarnya tidak ada objek di dalam kehidupan yang ideal sebagai objek matematika. Untuk mendapatkan objek-objek tersebut dan memahami matematika secara konkret di perlukan tidak hanya teori tetapi juga praktik.
Namun ketika melihat proses belajar dan mengajar matematika di Indonesia terlihat jelas bahwa masih banyaknya guru yang tidak mengarahkan siswa pada kegiatan praktik, melainkan hanya teori dengan metode penyampaian eksposisi. Hal tersebut akan menghambat siswa dalam memehami matematika. Sehingga diperlukannya sebuah langkah baru untuk menciptakan pendidikan matematika yang lebih baik melalui innovative learning, di mana siswa tidak hanya mempelajari teori tetepi juga mereka terjun langsung menghadapi permasalahan konkret dengan investigasi, diskusi, dan sedikit penjelasan dari guru.
Praktik  langsung adalah cara yang lebih menyenangkan dan mudah dipahami siswa karena mereka mengalaminya langsung. Sehingga mereka akan mengetahui asal-usul dan cara pemecahan masalah matematika. Matematika itu sendiri tidak hanya berkutat dengan pemecahan maslah atau problem solving tetapi juga dengan problem posing yaitu menyikapi permasalahan.
Asal usul pembelajaran matematika menurut Ernest (1991) dapat di jelaskan sebagai berikut: Pada awalnya matematika merupakan sebuah konsep baru yang dihubungkan dengan objek pengetahuan dan kemudian direpresentasikan dan di reformulasi menjadi konsep baru yang berinteraksi dengan subjek pengetahuan dan interaksi sosial. Selanjutnya adalah publikasi yang menghasilkan feedback critics menjadi sebuah konsep baru lagi. Hal tersebut akan berulang seperti roda yang terus berjalan. Pada hakikatnya matematika di peroleh melalui interaksi baik dengan kehidupan sosial  dan juga alam.
Matematika itu luas baik di dalam pikiran manusia ataupun di luar pikiran manusia. 

Daftar pustaka
Marsigit.2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Marsigit,%20Dr.,%20M.A./Marsigit_Paper_APEC%20Conferen_Chiang%20Mai_Thailand_November%202010.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar